Materi kedua disampaikan oleh Teguh, yang menyoroti isu stunting sebagai tantangan kependudukan yang krusial, terutama dalam konteks 1.000 hari pertama kehidupan. Ia menjelaskan bahwa angka stunting di Jakarta saat ini mencapai 17,3%, dengan sekitar 30% kasus berasal dari keluarga miskin. Padahal, peran ibu dalam pengasuhan, kecukupan gizi, dan pemberian ASI eksklusif sangat menentukan kualitas tumbuh kembang anak.
Ia juga mengingatkan bahwa negara hanya mampu menjangkau 30% dari 8,6 juta keluarga yang berisiko melahirkan anak stunting, sehingga dibutuhkan keterlibatan masyarakat secara aktif. Salah satu solusi gotong royong yang diajukan adalah gerakan “10 orang mengasuh 1 ibu hamil” serta menyumbangkan 10 piring makanan bergizi dari hotel kepada ibu hamil kurang mampu.
Melalui kegiatan ini, BKKBN menegaskan bahwa pengendalian penduduk kini mencakup berbagai aspek seperti edukasi keluarga, pencegahan stunting, hingga pembentukan layanan Bina Keluarga Balita (BKB) yang adaptif dengan kebutuhan keluarga perkotaan. BKB bahkan tengah diarahkan untuk dapat berfungsi sebagai unit ekonomi seperti daycare berbasis komunitas, yang memberikan manfaat sosial dan ekonomi secara bersamaan.
Kepala BKKBN secara terpisah menyampaikan bahwa tantangan menuju Indonesia Emas 2045 harus dijawab dengan membangun keluarga yang berkualitas melalui komitmen nasional, peran aktif daerah, dan keterlibatan masyarakat.
“Pengendalian penduduk bukan hanya angka. Ini soal kualitas manusia Indonesia ke depan,” tegasnya.
Dengan semangat gotong royong dan keterlibatan lintas sektor, BKKBN berharap Jakarta khususnya Jakarta Pusat dapat menjadi model pengendalian penduduk yang efektif dan berkelanjutan, sekaligus melahirkan generasi unggul yang bebas dari stunting dan siap menghadapi masa depan.










