JUBIRTVNEWS.COM – Perkembangan media sosial kini tidak hanya menjadi ruang berbagi informasi, tetapi juga bisa menjadi pintu masuk provokasi yang memicu kerawanan sosial. Hal itu tampak dalam kasus dua pemuda Palabuhanratu yang diamankan Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Sukabumi pada Senin (1/9/2025) sore.
Keduanya, KK (26) dan TF (18), sempat membuat aparat curiga saat kedapatan membawa empat ban bekas menggunakan sepeda motor di sekitar Gedung DPRD Kabupaten Sukabumi. Polisi menduga ban tersebut akan digunakan untuk aksi bakar-bakaran di tengah isu unjuk rasa.
Kasat Reskrim Polres Sukabumi IPTU Hartono menyebut, dari pemeriksaan awal, para pemuda itu mengaku memperoleh informasi terkait rencana aksi melalui unggahan di media sosial, mulai dari grup Facebook bernama Jual Beli Game Palabuhanratu hingga akun Instagram my Palabuhanratu.
“Ban tersebut dibeli dengan harga Rp20 ribu dari sebuah bengkel. Rencananya akan dibakar jika aksi unjuk rasa benar-benar terjadi,” terang IPTU Hartono.
Namun saat dimintai keterangan lebih jauh, keduanya ternyata tidak tahu siapa koordinator lapangan, apalagi memahami aturan formal penyampaian pendapat di muka umum sesuai undang-undang. Kondisi ini menunjukkan bagaimana informasi serampangan di dunia maya bisa menggerakkan orang tanpa arah yang jelas.
Kapolres Sukabumi, AKBP Dr. Samian, menegaskan bahwa Polres Sukabumi tidak akan memberi ruang pada upaya-upaya provokatif yang berpotensi merusak stabilitas daerah.
“Polres Sukabumi berkomitmen menjaga kondusivitas wilayah. Masyarakat tidak dilarang menyampaikan pendapat, tapi ada mekanisme hukum yang wajib dipatuhi. Membakar ban atau tindakan anarkis lainnya jelas melanggar aturan dan berbahaya bagi ketertiban umum,” tegas Kapolres.
Ia juga memberikan pesan khusus kepada generasi muda agar tidak mudah termakan isu di media sosial tanpa memahami konteks maupun aturan. “Kami berharap masyarakat mengedepankan cara-cara santun, tertib, dan sesuai hukum jika ingin menyampaikan aspirasi. Polisi siap mengawal kegiatan yang sah, bukan tindakan yang mengarah pada pelanggaran,” pungkasnya.
Kasus ini seolah menjadi cermin nyata bahwa literasi digital dan kesadaran hukum sangat dibutuhkan, terutama bagi anak muda. Sebab, satu klik di media sosial bisa menyeret seseorang ke dalam masalah besar, bahkan sebelum mereka memahami apa sebenarnya yang sedang mereka ikuti.










