JUBIRTVNEWS.COM – Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan lebih dari 571 ribu penerima bantuan sosial (bansos) yang terindikasi terlibat dalam aktivitas judi online (Judol). Temuan ini menjadi perhatian serius dan bahan evaluasi penyaluran bansos agar lebih tepat sasaran.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menegaskan, rekening penerima bansos yang terbukti digunakan untuk judi online akan dievaluasi, diberi edukasi, dan kemungkinan tidak lagi menerima bantuan.
“Saya setuju untuk melakukan evaluasi dan melakukan perombakan kebijakan yang baik agar ke depan penyaluran bansos lebih pruden, lebih hati-hati dan patuh terhadap aturan yang ada,” ujar Gus Ipul dalam wawancara televisi, Minggu malam (6/7/2025), bersama Ketua Tim Humas PPATK M. Natsir Kongah dan pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah.
Sebagai tindak lanjut arahan Presiden Prabowo, Kemensos berkoordinasi dengan PPATK untuk memeriksa rekening penerima bansos, terutama mereka yang sudah menerima bantuan selama lebih dari 10 hingga 15 tahun.
“Kami sebenarnya ingin mengetahui lebih jauh. Penerima-penerima bansos itu tentu melalui rekening, dan saat yang sama PPATK juga sedang mempelajari rekening-rekening penerima bansos. Maka itu kami meminta izin kepada Presiden untuk berkoordinasi,” jelasnya.
Setelah mendapat izin, Kemensos menyerahkan daftar nomor rekening kepada PPATK. Hasil penelusuran menunjukkan adanya penyalahgunaan bansos untuk judi online.
“Atas dasar pelaporan informasi dari Kementerian Sosial, itu kita menemukan jutaan rekening bansos yang tidak tepat sasaran dan lebih dari ratusan ribu penerima bansos terkait judi online,” ungkap M. Natsir.
Menurut data PPATK, dari 28,4 juta NIK penerima bansos dan 9,7 juta NIK pemain judi online pada 2024, terdapat 571.410 NIK yang tercatat sebagai penerima bansos sekaligus pemain judi online. Total transaksi judi online dari satu bank saja mencapai lebih dari 7,5 juta kali dengan nilai deposit sekitar Rp957 miliar.
“Ini bukan lagi penyimpangan administratif, tetapi sudah termasuk penyalahgunaan sistem bantuan negara untuk aktivitas ilegal,” tegas Natsir.









